“FIELDWORK: CARBONATE AND PETROLEUM GEOLOGY OF EAST JAVA BASIN”

Biro kursus IAGI kembali mengadakan fieldwork dengan judul “Carbonate and Petroleum Geology of East Java Basin” pada tanggal 2-5 Desember 2015 dengan peserta dari PT JOB Pertamina Talisman Jambi Merang. Pada fieldwork kali ini Biro Kursus mengundang Instruktur dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yaitu Didit Hadi Barianto, S.T., M.Si., D.Eng dosen Teknik Geologi UGM.

Perjalanan fieldwork dimulai dari Solo dengan stopsite pertama yaitu Museum Sangiran. Museum sangiran merupakan salah satu tempat world class yang menyimpan sejarah geologi terutama tentang manusia purba, banyak peneliti asing yang datang ke sangiran untuk melakukan penelitian evolusi manusia purba. Di sini dapat kita pelajari banyak hal, beberapa contohnya adalah sejarah pembentukan bumi bagaimana bumi mulai terbentuk, sampai sekarang yang kita lihat terdiri dari daratan dan lautan. Perkembangan benua juga dapat kita pelajari yang dimulai benua bergerak di seluruh permukaan Bumi dan bergabung untuk membentuk superbenua. Sekitar 750 juta tahun silam, superbenua paling awal yang diketahui, Rodinia, mulai terpisah. Benua yang terpisah ini kemudian membentuk Pannotia600 juta tahun silam, dan pada akhirnya membentuk Pangaea, yang kemudian terpisah lagi 180 juta tahun silam. Tidak kalah penting lagi adalah adanya fosil-fosil manusia purba serta hewan-hewan purba yang dapat menjelaskan evolusi dari manusia purba dan kondisi kehidupan yang terjadi. Contoh fosil-fosilnya adalah Australopithecus africanusPithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus), Meganthropus palaeojavanicusPithecanthropus erectusHomo soloensisHomo neanderthalEropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens. Sedangkan untuk fosil binatang bertulang belakang ada Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau  (kerbau) (Gambar 1 a), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng) (Gambar 1 b), dan Cervus sp (rusa dan domba).

Fosil Kerbau Fosil Banteng

Gambar 1. Contoh fosil (a) Kerbau dan Banteng (b)

Stopsite kedua adalah bledug kuwu, tempat ini memberikan pengetahuan tentang mekanisme  dari overpressure, mud diapirism yang menyebabkan terbentuknya mud volcano (Gambar 2) . Seperti yang telah kita ketahui Bledug Kuwu merupakan gunung api lumpur aktif dengan frekuensi erupsi bisa lebih dari sekali setiap menitnya yang mengeluarkan gas dan cairan lumpur ke segala arah. Secara geologi pembentukan Bledug Kuwu mud vocano dapat dikaitkan dengan pembentukan diapir yaitu adanya kombinasi antara kompresi tektonik pada Neogen dan adanya tekanan gas di bawah permukaan, karena memang cekungan jawa timur merupakan salah satu cekungan yang mempunyai overpressure. Diduga bahwa tekanan gas  (overpressure) berasal dari Batupasir Ngrayong. Batupasir Ngrayong merupakan salah satu Formasi yang menjadi reservoar di cekungan jawa timur. Overpressure (gas pressure) yang terdapat di Batupasir Ngrayong terletak di bawah lapisan shale yang plastis, pressure ini akan mendorong lapisan shale sehingga terbentuklah struktur diapiric shale. Diapiric shale akan erupsi ketika overpressure yang berada dibawah permukaan melebihi kekuatan strain dari lapisan shale. Fenomena ini membuktikan bahwa di Cekungan Jawa Timur memang terdapat overpressure.

Bledug Kuwu

Gambar 2. Kanampakan Bledug Kuwu Mud Volcano

Tidak kalah menarik dari sebelumnya, stopsite selanjutnya berada di Desa Polaman Blora, pada stopsite ini kita akan melihat  Anggota Ngrayong dan Formasi Bulu. Anggota Ngrayong merupakan salah satu reservoar utama pada Lapangan Minyak Cepu dengan umur Miosen Tengah. Singkapan ini memperlihatkan bagian bawah tersusun oleh batulempung  dan shale yang berubah ke arah atas menjadi batulempung berseling dengan batupasir. Batulempung mempunyai warna abu-abu kehijauan – kehitaman (Gambar 3 a). Batupasir pada perselingan menunjukkan menipis ke arah atas. Pada bagian atas batulempung berubah menjadi batupasir dan dijumpai beberapa fosil gastropoda dan pelecypod dengan orientasi yang tidak jelas (Gambar 3 b). Ke arah atas secara gradasional batuan berubah menjadi batugamping foraminiferal (Gambar 3 c). Perubahan batuan pada Anggota Ngrayong ini menunjukkan perubahan lingkungan pengendapan mendalam (trasgresif) dari daerah fluvial-transisi menuju laut dangkal yang terbuka. Secara deskriptif Batupasir mempunyai porositas yang bagus sehingga baik untuk batuan reservoar, sehingga tidak salah bahwa Batupasir Ngrayong menjadi reservoar utama pada Lapangan Cepu. Sementara berkaitan dengan petroleum geology maka Shale pada bagian bawah  dapat bertindak sebagai source rock sementara batugamping foraminiferal dapat bertindak sebagai seal rockl.

DSC_0210 DSC_0207 DSC_0206

 

Gambar 3. Singkapan batuan (a) Batulempung bagian bawah Formasi, (b) Batupasir yang semakin ke atas bergradasi menjadi batugamping, (c) Batugamping

Stopsite hari berikutnya adalah Lapangan Minyak Distrik Ledok Cepu. Salah satu yang akan kita lihat pada stopsite ini adalah penambangan minyak tradisional yang dilakukan oleh warga lokal. Lokasi penambangan yang dilakukan pada lapangan ini terbilang cukup dangkal karena berada pada puncak-puncak antiklin sehingga penduduk lokal dapat menambang hanya dengan cara tradisonal. Batuan yang tersingkap pada Lapangan Ledok adalah Formasi Ledok yang terdiri dari kalkarenit, batuasir dengan dominasi glaukonit dan interkalasi batugamping, serta terlihat struktur sedimen berupa crossbedding. Struktur ledok merupakan struktur antiklin yang menjadikannya sebagai perangkap hidrokarbon pada lapangan ini. Interpretasi sistem petroleum pada lapangan ini adalah shale pada bagian Bawah Formasi Wonocolo dapat menjadi caprock, dan shale dari Formasi Ngimbang memungkinkan untuk menjadi source rock dengan kedalaman lebih dari 2500 m. Perangkap hidrokarbon merupakan perangkap struktur dan sebagai reservoarnya adalah Batupasir Ngrayong.

Stopsite terakhir berada di Kota Babat Lamongan. Lokasi ini sering disebut dengan nama Gunung Pegat (Gambar 4). Pada lokasi ini kita akan melihat singkapan batugamping yang sangat bagus. Singkapan berupa quarry penambangan batugamping Formasi Selorejo. Batugamping di daerah ini sudah mengalami diagenesis menjadi chalky limestone sehingga tekstur deposisi awalnya agak susah untuk ditentukan. Batuan di daerah Pegat ini telah mengalami perlipatan dan pensesaran. Berdasarkan deskriptifnya maka batugamping pada lokasi ini berpotensi menjadi reservoar.

G. Pegat

Gambar 4. Gunung Pegat Babat, Lamongan

Comments

comments

This entry was posted in Berita and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *