Pegat dan Prupuh : Reservoir Jawa Timur

Penulis: Wahyu Vian Pratama | Sabtu, 22 November 2014

Hari ini, Selasa 11 November 2014, adalah hari ketiga Field Trip East Java Basin bertemakan Tectono-stratigraphy,Overpressure, and Hydrocarbon Potential yang diadakan oleh Biro Kursus IAGI bersama Pertamina PHE WMO. Seperti hari-hari sebelumnya, kegiatan field trip kami hari ini dimulai dengan sarapan pagi pada pukul 06.00 WIB. Tepat pukul 07.00 WIB semua peserta dan panitia berkumpul di lobby hotel untuk briefing dan berdoa serta memastikan semua perlengkapan sudah siap. Setelah briefing selama sekitar 15 menit, pukul 07.15 WIB kami berangkat dari Hotel Ammi. Hotel ini merupakan satu-satunya hotel bintang 5 di daerah Cepu yang berdiri dengan megah di kecamatan dengan jumlah penduduk sekitar 77 ribu jiwa. Kemegahannya semakin terasa ditambah sentuhan kolonial klasik bak bangunan belanda zaman penjajahan.

Stopsite pertama hari ini adalah lapangan minyak Ledok yang berada sekitar 40 km ke arah baratlaut dan ditempuh sekitar 1 jam perjalanan darat dari Hotel Ammi. Sama seperti hari sebelumnya, iringan dua bus, satu mobil kijang, dan satu mobil avanza membawa kami menuju lapangan minyak tua ini. Sumur Ledok-1 merupakan sumur pertama di lapangan ini yang dibor pada tahun 1893 oleh BPM. Penemuan akumulasi hidrokarbon pada lapangan ini didasarkan atas penemuan rembesan minyak (oil seepage) sekitar 20 km ke arah barat sumur Ledok-1. Rembesan hidrokarbon tersebut merupakan hasil dari migrasi, kemungkinan besar berasal dari batupasir kuarsa Ngrayong sebagai reservoir dan zona sesar sebagai jalur migrasinya. Ledok merupakan suatu antiklin sederhana dengan sumbu lipatan berarah barat-timur, dengan panjang sekitar 4 km dan lebar 1.5 km. Formasi Wonocolo dipercayai sebagai caprock dan Formasi Ngimbang sebagai batuan induknya. Saat ini banyak terdapat sumur-sumur tradisional yang dioperasikan langsung oleh warga lokal. Mereka menggunakan metoda sederhana untuk mengambil minyak pada sumur-sumur tersebut.

DSC_0667 DSC_0630

Di lokasi ini kami disambut oleh bapak Yohannes Koesoemo(Guest Lecture pada field trip ini). Beliau adalah seorang Senior Petroleum Geologist, khususnya Cekungan Jawa Timur Utara, yang sebelumnya menyelesaikan pendidikannya di Program Master Geologi ITB pada tahun 1993. Pada kesempatan ini, beliau menjelaskan bagaimana sumur ini pertama kali ditemukan dan dioperasikan sampai akhirnya saat ini banyak sumur-sumur yang dioperasikan langsung oleh warga setempat. Setelah itu penjelasan dilanjutkan oleh instruktur utama field trip kali ini yaitu Bapak Awang H Satyana yang bercerita banyak mengenai sistem petroleum lapangan minyak ini, mulai dari litologi, proses sedimentasi, pengaruh struktur geologi, dan sejarah geologi terbentuknya cekungan Jawa Timur. Kunjungan ke lapangan minyak ini ditutup dengan penyerahan plakat ke Pak Yohannes Koesoemo dan GeoCepu Indonesia sebagai ucapan terimakasih serta foto bersama.

Stopsite selanjutnya adalah Pegat Quarry yang merupakan tambang batugamping yang berlokasi di daerah Babat. Perjalanan menuju stopsite kedua ini cukup lama dan melelahkan. Bagaimana tidak, perjalanan memakan waktu sekitar hampir 4 jam, belum lagi kondisi jalan yang jelek ditambah adanya perbaikan jalan di beberapa titik. Akhirnya sekitar pukul 14.00 WIB kami sampai di Pegat Quarry.

DSC_0707 DSC_0750

Baru saja kami turun dari bus, sajian bentukan topografi quarry ini seakan membuat takjub seluruh peserta. Sebagian peserta langsung mengeluarkan kamera dan berfoto dengan latar tambang gamping ini, beberapa langsung menuju lokasi tambang untuk melihat litologi dan mengamati singkapan batugamping yang tersingkap setinggi 30 m. Batugamping ini bersifat kapuran (chalky), berwarna putih kekuningan, dan kaya akan foram planktonik yaitu Globigerinid sehingga ada yang menyebut Globigerinid Limestone. Batugamping ini berada dalam Antiklin Pegat-Ngimbang berarah barat-timur yang termasuk ke dalam Zona Rembang. Singkapan batugamping bersifat masif dan hampir tidak memperlihatkan bidang perlapisan, litologi berupa packstone dan grainstone, dan setempatditemukan fosil jejak berupa burrow. Foram bentonik juga ditemukan melimpah pada bagian atas batugamping ini (Schiller et al, 1994)

Batugamping ini diinterpresentasikan diendapkan oleh arus bawah laut dari zona neritik luar hingga batial atas selama Pliosen Awal (Schiller et al, 1994). Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya kandungan matrik dan melimpahnya cangkang foram yang telah rusak dan mengelupas. Porositas berkisar dari baik-sangat baik. Sebagian besar porositas terbentuk secara alami, ditambah dengan adanya pelarutan dan pengapuran yang terjadi akibat pelapukan yang masih terjadi sampai saat ini. Saat ini batugamping tersebut diambil dalam bentuk blok-blok dan digunakan oleh warga sekitar untuk bahan bangunan dan beberapa juga dijadikan sebagai bahan dasar semen. Setelah penjelasan yang cukup detail dari Pak Awang, kami berfoto bersama berlatar dinding batugamping kapuran setinggi lebih kurang 30 m sebelum selanjutnya kami melanjutkan perjalanan menuju stopsite terakhir pada hari ini yaitu Desa Ketangen.

DSC_0893 DSC_0880

Tepat pukul 17.00 WIB kami tiba di Desa Ketangen, Prupuh. Perjalanan menuju desa yang berada di sebelah timur Tuban ini sangat menarik. Kami disuguhi pemandangan pantai utara Jawa Timur yang sangat memukau, belum lagi alunan musik yang selalu menemani, ditambah bau amis yang merupakan bau khas kawasan pantai. Di desa ini kami mengamati singkapan batugamping Formasi Prupuh yang menunjukkan bentukan-bentukan karst berupa goa-goa hasil pelarutan. Batugamping ini juga bersifat kapuran (chalky), berwarna putih kekuningan, dan memiliki fosil seperti koral, pelecypod, gastropod, alga, dan foram besar. Akan tetapi batugamping ini berumur lebih tua dari Globigerinid Limestone di Pegat yaitu Miosen Awal dan terendapkan di lingkungan neritik luar.

Para geosaintis yang mengikuti field trip ini tentu sangat mengenal batugamping Kujung I di offshore Laut Jawa Timur dan batugamping Prupuh di onshore Jawa Timur. Dua nama formasi batuan ini terkenal karena produktif menghasilkan minyak dan gas. Mereka secara umur sama, Miosen Awal, tetapi secara lithofacies sangat berbeda. Kujung I sering menunjukkan struktur sembulan terumbu karang (coral reef buildup) di lingkungan laut dangkal, sementara Prupuh adalah batugamping laut dalam di paparan sebelah luar (outer neritic), lereng sampai bathyal. Sehingga wajar kalau batugamping Prupuh bersifat kapuran-chalky ciri endapan pelagis – laut dalam.

New Picture (1)

Fasies Karbonat Formasi Kujung I-Prupuh Cekungan Jawa Timur saat MIosen Awal (Satyana and Darwis, 2001).

New Picture

Stratigrafi Zona Rembang saat Oligosen Tengah-Miosen Tengah (Lunt et al., 1996).

Ada yang menarik dari batugamping prupuh ini yaitu saat ini kita mengamati singkapan batuan ini berada di tinggian padahal dulunya batugamping tersebut terendapkan di lingkungan laut dalam. Apa yang terjadi?. Batugamping laut dalam Prupuh itu diangkat oleh deformasi flower structure sesar besar RMKS (Rembang Madura Kangean Sakala) Fault Zone yang aktif pada Mio-Pliosen dan Plio-Pleistosen dan terjadi di suatu kawasan utara Jawa Timur. Sesar besar ini pula yang telah mengangkat Pulau Madura ke permukaan.

RMKS Fault Zone mengangkat batuan-batuan tenggelam dari lereng sampai batial ke permukaan, sehingga memungkinkan kita mempelajarinya di lapangan. RMKS Fault Zone juga yang membuat runtuhan-runtuhan batuan Prupuh di zona sesar, seperti nampak pada singkapan yang kami kunjungi. Stopsite ini tidak ditutup dengan foto bersama karena sudah gelap dan kami harus segera menuju penginapan, namun masih ada saja peserta yang tak mau kehilangan momen berharga ini. Hari ke tiga field trip kami menginap di Tanjung Kodok Beach Resort yang merupakan satu-satunya resort berbintang di pesisir utara Jawa yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas olahraga, rekreasi, dan hiburan. Setelah makan malam, sekitar pukul 20.00 WIB, classroom dimulai. Pak Awang telah siap dengan materi-materi dan kesimpulan perjalanan geologi hari ini. Besok merupakan hari yang kami tunggu-tunggu karena perjalanan dan penyeberangan ke Pulau Bawean akan dimulai.

to be continued…..

Hari ini tepat sehari sebelum kami semua tenggelam akan keindahan Pulau Bawean. Gugusan bukit dan birunya langit terhampar di balik dermaga, keindahan terumbu karang dan hewan laut yang menawan, memberikan tanda bahwa kami semua tenggelam dalam keindahan dan keunikan yang tersembunyi di balik hamparan hijau merata di pulau ini. Belum lagi Pulau Gili yang menawarkan keindahan alam bawah lautnya yang sangat alami berupa terumbu karang yang indah dengan warna dan jenis yang menawan, dihiasi ikan yang indah dan penyu yang berenang di bawah perahu membuat momen ini tidak terlupakan”

 

Comments

comments

This entry was posted in Berita and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *