News Details

  • 07-05
  • 2019

HASIL RISET TIM EKSPEDISI PALU-KORO BUKAN HANYA SEKEDAR BUKU

JAKARTA, Wakil Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Burhanuddin Nur dalam sambutannya bersyukur atas kerjasama antara beberapa pihak, Buku Ekspedisi Palu-Koro akhirnya bisa diselesaikan dan berharap bisa menjadi rujukan untuk melakukan pemetaan mikrozonasi di wilayah Palu agar pembangunan kembali lebih sesuai dengan alam.

"Negara dengan kerentanan gempa tinggi seperti Jepang, investasi tetap banyak yang masuk dan pembangunannya tetap berjalan. Jadi, alasan pengetahuan mitigasi bencana gempabumi melemahkan arus investasi itu salah, harus diubah mindsetnya." kata Burhanuddin.

Kepala Bidang Humas & Publikasi Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Anif Punto dalam paparannya menjelaskan bahwa selain Palu-Koro, Indonesia masih dikelilingi oleh banyak Sesar Aktif lainnya, maka dari itu penting agar Ekspedisi Palu-Koro ini menjadi template bagi pihak lain, bekerjasama antar instansi membuat Ekspedisi serupa ke beberapa Sesar Aktif dan membuat pemetaan mikrozonasi.

"Indonesia terbentuk karena tubrukan lempeng-lempeng tektonik, sebabnya Indonesia mempunyai 127 Gunungapi aktif dan 295 Sesar/ patahan aktif, kerjasama antar profesi untuk meneliti sangat dibutuhkan Negara kita agar kita bisa memiliki data mikrozonasi." pungkas Anif.

Ketua Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) Reza Permadi pada akhir sesi memaparkan perannya agar Ekspedisi Palu-Koro ini tidak hanya sekedar Buku, oleh karenanya Tim Ekspedisi Palu-Koro masih rutin membuat acara Geowisata Sesar Palu-Koro setiap bulan yang menjadi aktivitas warga Palu dan sekitarnya agar bisa mengenal Sesar Palu-Koro langsung di lapangan.

"Ketika sulit memprediksi Gempabumi, maka usaha terbaik adalah bagaimana kita mempersiapkan diri. Mengajak Masyarakat langsung ke lapangan dengan pendekatan pariwisata adalah media yang bagus untuk sosialisasi mitigasi bencana" tutur Reza.

Trinirmalaningrum selaku Ketua Tim Ekspedisi Palu-Koro sekaligus Direktur Perkumpulan Skala berpesan agar Pemerintah belajar dari kasus Bencana Alam 28 September 2018 yang menimpa Kota Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong. Data-data yang dimilikioleh peneliti sebisa mungkin di pelajari dan rujukan Pemerintah membangun daerahnya.

Kami tidak akan berhenti, karena informasi adalah hak semua orang untuk memilikinya, setelah Sesar Palu-Koro, kami (Skala dan IAGI) akan beranjak ke Sesar Poso dan Sesar Matano di tahun 2019” ucap Trinirmalaningrum.