News Details

  • 17-02
  • 2012

SKEPTIS DAN BUDAYA RISET

Skeptis itu memang bawaannya seorang saintist. Sains itu diawali dengan keraguan bukan semangat dan keyakinan. Jadi kalau ada yg sekptis pada sesuatu penemuan bukan berarti yang bersangkutan menolak. Secara mudah orang skeptis itu baru akan mengikuti atau menyetujui adanya hipotesa baru bila dia sudah menemukan evidence. Tanpa evidence kok sudah meyakini sebuah penemuan baru hanya karena ditemukan si anu yg terkenal berarti itu taklid buta ....  Sains ndak mengenal hal taklid seperti itu. Banyak saintis bergelar doktor yg tidak sepaham dengan promotornya .... Dalam perkembangannya sains itu juga tidak ada loncatan besar yang datangnya "ujug-ujug mak pluk". Mohon maaf saja .... Sains itu jalannya thimik-thimik, bukan berlari kencang. Mirip langkah siput, seperti proses evolusi, pelan tapi pasti. Keingintahuan. Budaya riset di Indonesia dikatakan menurun oleh beberapa peneliti di Indonesia. Keinginan untuk melakukan riset yang dikatakan menurun itu bukan karena sikap skeptis 'researcher', tetapi mungkin ini justru kekelirian orang yang mengaku saintis yang pesimistis pada hasil yg akan diperoleh. Saintis murni melakukan penelitian seringkali bukan karena tujuan tertentu, tapi karena keingintahuan.Rasa ingin tahu ini yang mesti dimiliki oleh seorang periset sejati. Lingkungan yg mendorong rasa ingin tahu ini yang perlu ditumbuh kembangkan. Ketiadaan rasa ingin tahu bukan berarti pesimis atau skeptis loo. Bisa saja penemuan bagus menjadi tidak menarik karena kemasan atau pengungkapan yang rumit. Archimides menjelaskan teorinya dengan 'berlari-lari telanjang, eureka ... eureka !' Newton menjelaskan gravitasi dengan kejatuhan buah apel. Jelaskanlah dengan bahasa awam. Saat ini dengan mudah kita mengerti mengapa kapal dari besi yang beratnya ratusan ton dapat terapung karena 'ketelanjangan' Archimides. Penemuan besar sering tidak disadari oleh penemunya. Yang penting menurut saya, seorang peneliti sejati seringkali tidak memperdulikan dampak dari temuannya ... Sikapnya adalah "persistent" dalam bahasa mudahnya "tekun" dalam melakukan riset. Jangan membayangkan atau memikirkan hasilnya akan menggelegar. Kebanyakan penemuan besar didunia tidak disadari oleh penemunya. Jadi kalau anda telah menemukan sesuatu, jangan punya harapan anda akan mendapatkan hasilnya secara instant. No. No .... Bukan seperti itu "reward" atau penghargaan yang diperoleh oleh seorang penemu sejati. Ketika nanti manusia menyadari, barulah "nama" anda akan dikenal dan "dikenang". Syukur-syukur didoakan, ilmu dan penemuan yang bermanfaat adalah sebuah amal jariah. Kalau anda menemukan sesuatu, ikhlas saja dengan apa yg ditemukan. Memang kalau diamati, hanya penemuan yg hasil temuannya diteliti terus secara berlanjut yang bermanfaat. Jadi satu hal lain yang penting adalah sikap dari si peneliti ketika mengemukakan hasil risetnya. Sikap "low profile", lembah manah, sopan, membuat orang memberikan apresiasi atas penemuan dan kalau diteruskan maka penemuan itu menjadi sebuah ilmu yg bermanfaat. Yang seperti ditulis diatas, menjadi amal jariah. Jadi, Kalau anda merasa menemukan sesuatu, ungkapkan saja apa adanya sejujurnya. Duniapun sekarang tahu bahwa bukan Darwin yg menemukan teori evolusi, dia hanyalah mengembangkan, merapikan dan menuliskan, namun saat ini semua tahu bahwa Lamark juga Wallace lebih duluan mengemukakan ide evolusi yang fenomenal ini. Malah Darwin yg akhirnya dicaci oleh orang yg "tersinggung" karena penemuan teori evolusi.   Rovicky Dwi Putrohari Ketua Umum IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia)