News Details

  • 07-06
  • 2013

SIKAP LINTAS ASOSIASI TERHADAP INDUSTRI MINERAL DAN BATUBARA

Tujuh organisasi yang berhubungan dengan dunia pertambangan berkumpul membuat surat pernyataan bersama. bertempat di ASEAN Room 1-3, Hotel Sultan Jakarta. Asosiasi itu adalah IAGI-MGEI, PERHAPI, API, APBI, Forum Reklamasi Hutan Pada Lahan Bekas Tambang (FRLBT), Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo)
Diskusi antar lintas organisasi ini sudah berlangsung 2-3 bulan sebelumnya. Memang tidak mudah menyatukan visi serta langkah yang diinginkan ketujuh organisasi ini. IAGI-MGEI dan PERHAPI yang merupakan organisasi profesi tentunya sangat berbeda tujuan dan cara pandangnya dengan asosiasi perusahaan pertambangan. Keduanya ingin industri pertambangan berjalan dengan baik. Namun visi organisasi profesi tentunya jangkanya lebih panjang, tidak hanya tentang produksi saja. IAGI sangat konsen dengan 'sustainability' industri ini, sehingga aspek data, eksplorasi, serta proyeksi kebutuhan dimasa mendatang menjadi hal utama.
[caption id="attachment_1131" align="aligncenter" width="300"]Sikap lintas asosiasi thd industri minerba Sikap Lintas Asosiasi terhadap Industri Minerba[/caption]
Isu smelter, eksport, DMO serta lahan pertambangan yang intinya ada pada UU Minerba no4/2009 sepertinya menjadi awal pemicu berkumpulnya ketujuh organisasi ini. Larangan export bijih mentah tahun 2014 adalah salah satu desakan Pemerintah (sesuai amanat UU Minerba 4/2009). Namun kurangnya smelter yang sudah ada di Indonesia menjadikan potensi penumpukan bijih mentah. Sebelumnya bijih mentah ini di proses di negara lain termasuk Jepang dan Spanyol. Kedua negara ini mengimpor bijih dan memprosesnya. Mirip kegiatan refinery dalam migas.
Tujuan UU Minerba ini sebenernya bagus, IAGI juga sangat setuju dan mendukung diundangkannya UU ini. Namun pelaksanaan sejak 2009 hingga kini kurang dalam menunjang pembangunan infrastruktur pertambangan, sehingga berpotensi menurunnya produksi (baca export) karena minimnya fasilitas smelter.
Disisi lain DMO untuk batubara yang dipatok 20% untuk semua jenis coal rank, juga membingungkan karena pasaran jenis coal di dalam negeri tidak untuk semua kualitas batubara. Fasilitas "Coal Blending" juga belum mencukupi sehingga pengusaha batubara akan terancam melanggar UU bila nekad mengeksport batubara yang tidak ada pasarannya di dalam negeri.
IAGI-MGEI, disisi lain juga menginginkan data (eksplorasi) pertambangan dikumpulkan dan dikelola dengan baik sehingga dapat diketahui potensi cadangannya dengan benar, termasuk didalamnya juga perlunya Assesor penilai harus tersertifikasi sebagai Competent Person. Bahkan MGEI-IAGI bersama Perhapi telah menyusun standar KCMI sebagai salah stau standart pelaporan yang setara dengan JORC.Data dan perkiraan proyeksi kebutuhan masa depan (hingga 2030/2040) untuk mineral bijih serta batubara perlu dibuat oleh Pemerintah. Sehingga dengan mengetahui proyeksi kebutuhan dimasa mendatang maka "pengaturan export" bahan tambang akan lebih tertata dengan lebih baik.
Dalam hal "pengaturan export" inilah IAGI sering berbeda pendapat dengan asosiasi lain.
Selain melalui kegiatan lintas asosiasi, IAGI juga akan bertemu Wamen ESDM supaya input dari IAGI lebih mengena ke pengambil kebijakan.
Liputan media cukup banyak diantaranya :