News Details

  • 06-05
  • 2013

PERTEMUAN 'EMPAT MATA' KETUA IAGI DAN IAAI SEPUTAR GUNUNG PADANG

Dear All IAGI-ers, Sabtu siang kemarin saya bertemu Pak Junus Ketua Umum IAAI (Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia) di Chitos, saya sendiri dan beliau juga sendiri saja, empat mata. Sehingga saya tidak dapat hadir diacara FGMI MGEI di hari yg sama. Kami ngobrol santai sampai hampir 2 jam tentang issue Gunung Padang. Dan kami saling mengemukakan pandangan organisasi pada issue yang sedang berkembang ini. Beliau mengemukakan kekhawatiran kalau issue ini berkembang lanjut akan mempengaruhi profesi arkeologi secara umum. Saya mengerti concern beliau tentang hal ini. Saya juga mengemukakan bahwa dalam eksplorasi situs arkeologi ini, anggota IAGI atau geolog sebagai "supporting science"nya. Penggalian situs Arkeologi bukan ranah utamanya ahli geologi. Namun ilmu geologi sudah berinteraksi dengan arkeologi dalam hal ini. Gunung Padang [caption id="attachment_480" align="alignright" width="300"]Ilustrasi Pon Purajatnika Ilustrasi Pon Purajatnika[/caption] Saya memberitahukan bahwa IAGI sebagai organisasi profesi sangat terbuka kepada semua anggotanya untuk berkreasi dan berkiprah dalam bidang apapun asalkan masih dalam koridor ilmiah akademis. Walaupun pada akhirnya ada perbedaan dan bahkan kontradiksi dalam hal interpretasi atau opini, IAGI tidak akan memihak salah satu. Justru dengan dua tiga hingga berapapun macam hasil interpretasinya akan menambah wawasan dan perkembangan berpendapat, dan IAGI tetap akan melindunginya sebagai hak mengemukakan pendapat, sekali lagi, asalkan semuanya kaidah keilmuannya tidak dilanggar. Saya memberikan contoh bagaimana IAGI saat ini berusaha tidak memberikan opini karena adanya perbedaan pendapat tentang Lusi yang juga ada pro-kontra diantara anggota IAGI. Pak Junus mengerti pendapat IAGI diatas, beliau juga sama dalam hal hak dan kebebasan berpendapat pada anggotanya ini. Tetapi beliau, sebagai arkeolog, dan kawan-kawan lainnya, sangat konsen dengan masa depan profesinya (ahli arkeologi) bila pengambilan kesimpulan yang menurut beliau sangat terburu-buru ini masuk dalam keputusan kepemerintahan dan menjadi kebiasaan yang berkelanjutan. Saya rasa ini hal yang wajar kalau beliau sangat konsen. Beberapa aspek keilmuan dalam pengujian hipotesa arkeologi juga diceritakan termasuk bagaimana menjelaskan aspek supporting socia (community, group, kelopon state dll) ketika sebuah bangunan (konstruksi) yang sangat besar dibangun pada satu masa saja. Seberapa besarnya aspek sosial ini. Dalam pembangunan sebuah candi yg besar, memerlukan waktu, jumlah tenaga manusia yang besar, food, shelter, dll dimana didalamnya ada sebuah manajemen sosial yg tentunya juga masih harus dijawab sebelum memberikan sebuah kesimpulan final adanya bangunan besar dibawah situs, apalagi untuk melakukan sebuah excavasi atau penggalian penemuan yang baru. Salah satu diskusi lain yaitu tentang ijin, justifikasi serta otorita excavasi situs purbakala juga mengemuka tadi siang. Kalau misalnya ada satu penemuan situs candi di Jogja tentunya relatif mudah untuk melakukan justifikasi serta ijin excavasi, apalagi diatasnya tidak ada situs yg harus dilindungi. Namun untuk excavasi di G Padang tentunya harus ada banyak "reasons based on researches"  yang perlu dilakukan sebelum melakukan excavasi besar-besaran. Beliau mengingatkan juga bahwa situs G Padang bukanlah satu-satunya situs megalith di Jawa Barat, namun merupakan situs Megalith terbesar di Asia. Jadi perlu perlindungan khusus. Penggalian dibawah situs purbakala ini memang sepertinya belum ada rujukan pastinya. (catatan: ini PR untuk institusi kepurbakalaan) Sebagai seorang PNS Penyidik, beliau mengkhawatirkan apabila nantinya mengarah pada penyidikan. Salah satu kasus yang beliau lakukan pada kasus pembongkaran Batutulis dahulu, yang merupakan salah satu dugaan (kemungkinan) adanya pelanggaran aturan yang berlaku. Sepertinya memang team mandiri ini harus bersabar sebelum melakukan pembuktian melalui excavasi dibawah Gunung Padang. Dan saya pribadi beberapa kali menyingung dengan menuliskan bahwa "sebuah penemuan besar itu sering tidak disadari oleh penemunya". Jadi kalau ini nantinya menjadi sebuah penemuan besar ya waktulah yang membuktikan, seolah begitu. Yang penting ada publikasi ilmiah yang akan menjadi catatan dan rekaman sebuah penelitian ilmiah. Ini berkali-kali saya dorong ke semua Anggota IAGI yang rajin meneliti. Akhirnya saya dan Pak Junus sepakat untuk mengadakan seminar bersama IAAI dan IAGI tentang Gunung Padang ini. Nanti IAGI dan IAAI menghadirkan pembicara-pembicara baik yang pro, kontra juga yang dianggap netral. Walaupun ini diselenggarakan bersama, namun karena hal ini lebih dekat dengan profesi Arkeologi, maka beliau (IAAI) yang akan menginisiasi jadwal, waktu serta pengaturan tempatnya. IAGI akan menjadi pendamping penyelenggaranya dan memberikan usulan pembicara dari ahli anggota IAGI. Geoscience dan Arkeologi Pemanfaatan Georadar serta pengeboran yg dilakukan oleh team mandiri ini memang lazim di dalam penyelidikan kebumian, namun belum atau masih belum berkembang didalam penyelidikan Arkeologi di Indonesia. Ini sangat disadari Pak Junus. Beliau juga terbuka untuk mendapat ilmu tentang "mengintai" bawah permukaan dengan GPR, slimhole drilling, Geolistrik dll. Ini wacana baru untuk Arkeolog pada umumnya. Geoarkeologi sendiri juga belum lama berkembang di dunia ini. Jadi kolaborasi dua keilmuan ini harus mulai dikembangkan di Indonesia. Archaeological geology is a term coined by Werner Kasig in 1980. It is a sub-field of geology which emphasises the value of earth constituents for human life. Saya juga kemukakan beberapa anggota IAGI yang saat ini banyak tertarik sejarah manusia dan interaksinya dengan manusia. Termasuk bagaimana aspek Gunung Merapi dalam kehidupan untuk melihat konsep mitigasi jaman dahulu yg mungkin dapat dipelajari. Termasuk Candi Kedulan yg diperkirakan ditinggal karena gempa, bukan karena lahar, hipotesa danau mengelilingi Candi Borobudur dll. Menurut Pak Junus, saat ini ada beberapa geolog yang menjadi anggota IAAI, salah satunya Pak Zaim yang beliau ingat. Mungkin Pak Zaim dapat bercerita banyak tentang hal ini. Hal lain yang juga lebih penting Simposium Internasional 200 tahun Letusan G. Tambora, Saya mengemukakan tentang rencana IAGI dan HAGI untuk memperingati 200 tahun Gunung Tambora tahun 2015 (TAmbora klimax meletus 10 April 1815), dan ternyata sejalan dengan beliau (IAAI) yang sudah melakukan beberapa penggalian di "Pompei of Indonesia" ini. Letusan ini meninggalkan beberapa lokasi yang dapat diteliti dan diselidiki aspek Arkeologisnya. Namun banyak hal yang tidak dapat dijelaskan oleh arkeolog ketika melihat sedimen-sedimen penutup yang semestinya menjadi domain geolog (Quartenary stratigrapher). Juga kita sepakat sudah harus dimulai kerjasama IAAI dan IAGI ini tidak hanya untuk hal ini (G Padang) saja, banyak hal-hal yang mengemuka selama ngobrol santai dengan Pak Junus ini. Ini salah satu hikmah dari issue tentang Gunung Padang barangkali. Apabila diperlukan IAGI mungkin akan menyelenggarakan pertemuan terpisah sendiri di kalangan IAGI untuk sekalilagi berargumentasi tentang kontroversi geologi. Salam Sukses ! Rovicky Dwi Putrohari Ketua Umum IAGI. Penemuan besar itu bukan karena menghasilkan, tetapi menCERAHkan, mengINSPIRASI, dan meMOTIVASI yang lain untuk meneruskannya.