A Day to Visit The Sangiran Hominid History with Pertamina PHE WMO

Penulis : An Ikhrandi | Kamis, 20 November 2014

IAGI Learning Centre pada 9-14 November 2014 menyelenggarakan fieldtrip dengan peserta 43 orang, terbanyak dari fieldtrip yang pernah diselenggarakan. Fieldtrip kali ini berjudulkan Tectonostratigraphy, Overpressure and Hydrocarbon Potential di Cekungan Jawa Timur yang mencakup propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Peserta fieldtrip merupakan para geosaintis dari Pertamina PHE WMO, SKK Migas dan anak perusahaan Pertamina lainnya dengan instruktur utama Bapak Awang Harun Satyana.

Awal perjalanan dari fiedtrip sangat berbeda dari biasanya. Destinasi pertama para peserta mengunjungi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMPS) tempat yang menyimpan dan memamerkan fosil mamalia dan hominid yang berumur semenjak Pleistosen yang ditemukan di daerah Sangiran. Dipandu oleh 3 ahli dari BPSMPS yaitu Metta, Suito, dan Iwan para peserta mengelilingi museum peradaban manusia purba Sangiran tersebut. Daerah Sangiran merupakan bagian penting dari khazanah Paleontologi khususnya hominid karena hampir 60% spesies hominid yang ada di dunia ditemukan disini. Dari angka tersebut disimpulan bahwa Sangiran merupakan tempat yang sangat ramah untuk bermukim bagi hominid dan mamalia. Kerangka geologi daerah Sangiran (Gambar 1.b) yang berbentuk dome (von Koeningswald, 1940) dan dipotong oleh aliran Sungai Solo Purba (Begawan Solo) membentuk lembah dialiri sungai yang sangat memungkinkan untuk dijadikan tempat tinggal bagi mamalia dan hominid. Hominid pertama yang hidup di Sangiran yaitu Meganthropus Paleojavanicus yang berumur 1,6 juta tahun lalu dan secara bertahap berevolusi hingga menjadi Homo erctus soloensis atau manusia purba dari Solo seperti pada gambar 1.a.

   1.11.1 b

       (a)                                                                                                                          (b)

Gambar 1.1.a) Evolusi manusia purba di Jawa (Zaim, 2006). 1.1.b) Sangiran Dome habitat yang ramah bagi manusia purba dari 1.16 Ma-0.71 Ma (Suzuki dkk., 1985), sketsa oleh von Koeningswald (1940).

Setelah puas mengamati bukti keeolokan Sangiran purba sebagai tempat yang ramah bagi vertebrata dan hominid, peserta fieldtrip melanjutkan perjalanan untuk melihat hal yang sebaliknya, Sangiran yang tidak lagi ramah bagi penduduknya akibat kehadiran mud volcano.

Kehadiran mud volcano ini telah lama diketahui oleh peneliti. Menurut Itihara dkk. (1985) Sangiran Dome merupakan sebuah mud volcano yang terbentuk akibat gaya keatas diapir dari lumpur sedimen yang mencuat naik membentuk sesar yang radial dan konsentris. Mekanisme terbentuknya mud vocano seperti Gambar 1.2 a. Saat sekarang (Resen) mud volcano di Sangiran hanya menyisakan rembesan air yang saline dan rembesan gas metan yang keluar melalui saluran kecil (small vent) di daerah Pablengan Gambar 1.2 b.

1.21.2 b

(a)                                                                                                               (b)

Gambar 1.2.a) Mekanisme pembentukan mud volcano pada Sangiran Dome (Itihara dkk., 1985). 1.2.b) small vent tempat merembesnya air saline dan gas metan, disekitar vent ditemukan garam.

Erupsi mud volcano yang mulai terjadi 0,7-0,5 Ma hingga 0,12 Ma (Itihara dkk., 1985), menyebabkan daerah Sangiran tidak lagi ramah sebagai tempat bermukim bagi manusia purba zaman itu yaitu Homo erectus ngandongensis yang dibuktikan tidak ditemukannya lagi fosil Homo erectus ngandongensis (Homo erectus soloensis) pada teras sungai Solo Purba di Sangiran. Menurut Zaim (2006) teras sungai Solo Purba terbentuk saat 0,125-0,005 Ma. Selain itu teras sungai Solo Purba juga terbentuk di daerah Sambungmacan, Trinil, Ngandong dan Ngawi (Sartono, 1986) dan pada setiap daerah tersebut ditemukan fosil Homo erectus ngandongensis membuktikan bahwa akibat erupsi mud volcano terjadi migrasi dari Homo erectus soloensis ke daerah Sambungmacan, Ngawi dan Ngandong kearah hilir dari Sungai Solo Purba (Satyana, 2008) seperti Gambar 1.3.

                                                                                  1.3

Gambar 1.3. Migrasi manusia purba dari Solo kearah Sambungmacan, Ngawi dan Ngandong untuk menghindari mud volcano (Satyana, 2008).

Perjalanan peserta fieldtrip dilanjutkan kearah Manyarejo untuk melihat ekskavasi fosil Museum Manyarejo (Gambar 1.4). Pada ekskavasi ini peserta melihat langsung posisi dan keadaan fosil saat ditemukan. Fosil yang ditemukan didominasi fosil vertebrata dan pada lokasi ekskavasi ini juga ditemui stratifikasi bersilang (cross bedding) sebagai indikasi lingkungan pengendapan fluvial. Penemuan fosil pada sedimen fluvial menunjukkan vertebrata lebih memilih daerah yang dekat dengan sumber air untuk bermukim. Satu hari perjalanan mengagumkan yang menambah wawasan tentang manusia purba Sangiran. Perjalanan para peserta fieldtrip masih berlajut ke destinasi yang tidak kalah hebatnya. Nantikan berita selanjutnya dari Tectonostratigraphy, Overpressure and Hydrocarbon Potential of East Java Basin 9th-14th November 2014.

                     1.4

Gambar 1.4. Ekskavasi baru di Museum Manyarejo

foto barengPeserta field trip Pertamina PHE WMO di Museum Sangiran

 

 

Comments

comments

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *