Potensi Petroleum Sistem di Pulau Bawean

Ditulis oleh : Rezki Aditiyo | 25 Novembeer 2014
Editor : An Ikhrandi

Pulau Bawean merupakan salah satu tempat yang di kunjungi dalam enam hari Field Trip “East Java Basin: Tectono-Stratigraphy, Overpressure, and Hydrocarbon Potential” yang diadakan oleh Biro Kursus IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) dan Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO). Setelah tiga hari sebelumnya melakukan perjalanan yang cukup panjang dari stopsite ke stopsite lainnya yang ada di Solo hingga Lamongan, Pada hari Rabu, 12 November 2014, kami berangkat pagi hari dari Tanjung Kodok menuju Pelabuhan Gresik.

New Picture

kapal ferry untuk menuju Pulau Bawean

Dari Pelabuhan Gresik, perjalanan ke Pulau Bawean ditempuh dalam waktu 3,5 jam. Beruntung, saat itu cuaca sangat bagus, sehingga gelombang tidak besar. Peserta sangat menikmati perjalanan, walaupun kantong kresek sebagai persiapan kalau tiba-tiba ada yang mabuk laut tetap tersedia. Sesampainya di Pulau Bawean, peserta sudah dijemput oleh limabelas mobil yang akan mengantar  ke pelabuhan ikan, karena dari tempat itu peserta akan langsung menuju stopsite pertama di Pulau Bawean: Pulau Gili Noko!

Memakan waktu sekitar 45 menit perjalanan menggunakan kapal kecil, peserta akhirnya sampai ke Pulau Gili Noko. Tanpa banyak basa-basi, peserta dan instruktur field trip yang sudah siap dengan pakaian selamnya langsung menceburkan diri ke laut. Lelah setelah kurang lebih 4 jam untuk mencapai tempat ini seolah terlupakan oleh indahnya Pulau Gili Noko, dan tentu saja keinginan untuk mempelajari analogi karbonat modern langsung di lingkungannya.

New Picture (1)

Varietas koral di Gili Noko

Apa sih yang beda karbonat di Pulau Gili Noko-Bawean ini dibandingkan dengan di tempat lainnya?Kenapa kita harus jauh-jauh datang ke sini?pertanyaan-pertanyaan semacam ini tentu timbul di benak peserta field trip. Hal itu akhirnya terjawab setelah instruktur field trip, Pak Awang Satyana dari SKK migas bercerita tentang geologi Pulau Bawean. Pulau Bawean, secara geologis mungkin eksklusif dari awal terbentuknya. Pulau Bawean muncul sebagai Pulau Gunung Api, yakni back-arc volcanism Jawa. Sama seperti Gunung Muria, Lasem, Ringgit-Beser, dan Baluran yang terisolasi di utara Pulau Jawa, gunung-gunung ini tidak subduction-related, akan tetapi lebih kepada major-fault related, dalam hal ini Sesar Meratus-Muria-Kebumen. Diterangkan pula oleh Pak Awang, kondisi Pulau Bawean dari awal terbentuk sampai saat ini mungkin tidak jauh beda. Secara lingkungan, Pulau Gili Noko-Bawean ini juga belum banyak terjamah. Lautnya sangat bersih sehingga karbonat-karbonat di tempat ini tumbuh dengan indah. Oleh karena itu, tempat ini sangat ideal dijadikan analogi lingkungan pertumbuhan Reef Kujung I, sebagai salah satu reservoir utama di lapangan PHE WMO. Kujung I Reef, pada waktu pengendapannya pada Miosen Awal, juga tumbuh di utara batas paparan, yaitu Laut Jawa Timur sekarang, selain di bagian selatan paparan, yaitu onshore Jawa Timur sekarang.

Setelah kurang lebih satu jam melakukan snorkling, peserta berbalik menuju penginapan peserta di Kecamatan Sangkapura. Malam harinya, peserta melakukan makan malam di Kantor Kecamatan Sangkapura. Tanpa diduga, peserta disambut meriah oleh Pak Camat Kecamatan Sangkapura. Beliau bercerita bahwa jika datang ke Pulau Bawean tidak cukup hanya semalam, karena terlalu banyak yang bisa dikunjungi. Beliau menambahkan, wisatawan dikatakan belum pergi ke Pulau Bawean jika belum menapakkan kaki di Danau Kestoba. Untunglah Danau Kestoba jadi salah satu stopsite yang akandikunjungi esok hari, dalam benak kami. Malam itu ditutup dengan kesenian musik dan tari indah khas Kebudayaan Kepulauan Bawean. Kebudayaannya merupakan campuran antara madura dan melayu. Yang unik, justru tidak ada unsur Jawa Timur baik di lirik maupun musiknya. Walaupun secara bahasa, ada sedikit unsur Jawa Timur di dalamnya. Beberapa dari peserta juga berbelanja makanan dan kerajinan tangan khas Pulau Bawean.

New Picture (2)

Pertunjukan Tari di Kantor Kecamatan Sangkapura

Keesokan harinya, peserta berangkat pagi hari untuk menuju Danau Kestoba. Setelah naik mobil kurang lebih satu jam, peserta harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak dan menanjak. Langkah terasa berat, lutut terasa lemas, namun semangat peserta membuat kami lupa akan itu semua. Sesampainya di Danau Kestoba, seolah lelah tuntas terbayar. Pemandangannya begitu indah, suasananya begitu tenang, udaranya begitu segar, sedikit tercium bau sulfur dari danau. Pak Awang Satyana kembali bercerita tentang asal usul Danau Kestoba, yang merupakan kawah Gunungapi yang collapse, kemudian terisi oleh air sehingga menjadi danau. Setelah lelah kembali menghampiri, kami dihidangkan es kelapa muda dengan gula merah.

New Picture (3)

Peserta Field Trip melakukan sesi foto bersama di Danau Kestoba, Bawean

Tujuan berikutnya adalah Gunung Gelam untuk melihat singkapan batugamping Formasi Gelam. Jika hari sebelumnya kami melihat karbonat modern yang masih tumbuh, kali ini kami melihat batuan karbonat yang diendapkan pada Oligosen Akhir, atau seumur dengan Formasi Kujung di offshore Jawa Timur. Sesampainya di lokasi, kami melihat singkapan batugamping yang sangat ideal, yaitu table corral yang tumbuh secara agradasi, dan di bagian lain muncul branching coral. Batuan ini sangat porous, tidak heran Formasi Kujung di beberapa lapangan minyak merupakan reservoir raksasa. Pak Awang menjelaskan, warna abu-abu yang berada melapisi batuan merupakan tuff, sehingga warna dalamnya berbeda dengan warna luarnya. Kemudian, kami menuju ke singkapan selanjutnya, yaitu batugamping Formasi Gelam, namun sudah mengalami silisifikasi karena proses intrusi magma. Sangat bagus silika yang mengisi rongga fosil-fosil yang ada di batuan, masih menunjukkan tekstur aslinya. Di dekat singkapan tersebut, kami juga menemui mata air panas kecil yang dialiri warga menggunakan pipa. Tapi tampaknya mata air ini tidak cukup besar untuk dijadikan objek wisata pemandian air panas.

New Picture (4)

Singkapan Batugamping Gelam yang belum mengalami silisifikasi

New Picture (5)

Tekstur koral yang masih terlihat walaupun telah mengalami silisifikasi

Setelah puas meneliti dan mengambil sampel batuan, peserta bergegas menuju mobil untuk kembali ke penginapan. karena jadwal kapal berangkat adalah jam 2 siang dari pelabuhan Sangkapura.

Setelah makan siang, peserta bersiap berangkat menuju Gresik. Kenangan akan Bawean akan selalu terekam, keinginan untuk mempelajari geologi Pulau Bawean lebih dalam pasti akan membawa kami ke sini lagi. Selamat tinggal Bawean, terima kasih telah menyambut kami…

Comments

comments

This entry was posted in Berita. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *